Jumat, 07 September 2012

kembali

*clears throat* pertama-tama, mari sama-sama kita ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena akhirnya BLOG INI BISA DIBUKA JUGA!

ya, dari tahun lalu sebetulnya saya kepingin banget update lagi (kenapa dari tahun lalu? sebenernya itu juga udah syukur mengingat ke-prokrastinase-an saya). terlebih ketika saya tahu-tahu teringat akan kisah lama indah kita (sfx: eeeaaaa) namun apa daya, saya hampir menyerah karena pada awalnya alamat e-mail dan password tidak cocok dengan apa yang ada di database, kemudian saya terpaksa mengambil jalan lain yaitu dengan menggunakan tombol 'forget password?' tapi saya baru sadar kalau--

cukup.

jadi, kali ini saya akan bercerita tentang sebuah fragmen kejadian pada tanggal 11 Februari 2012.

(peringatan: postingan ini bisa dibilang sebuah curahan hati pribadi saya selaku admin, namun karena saya pikir masih ada kaitannya dengan mantan masyarakat kelas X.1 angkatan XXI, saya akan beberkan di sini. semoga menghibur dan bermanfaat. terima kasih *tutup tirai*)

travel yang hendak menuju Bekasi akan berangkat pada jam satu siang itu. orang-orang seolah tidak kehabisan energi, keramaian yang tercipta di tempat kecil itu seperti selalu diisi ulang. udara panas Bandung yang tidak biasanya menambah pengap dan volume keringat.

saya baru saja menikmati kursi kosong di kolom tiga selama beberapa menit sebelum akhirnya suara dari speaker mengumumkan bahwa kami akan berangkat. padahal, saya sudah berada di sana dua jam sebelumnya--yang dihabiskan sebagian besar dengan berdiri. dengan berat saya tinggalkan tempat duduk itu dan merelakannya untuk calon penumpang lain agar saya bisa menunggu kendaraan dan masuk ke dalamnya dengan cepat. saya tidak sabar untuk segera di rumah.

saat sedang bersandar di sebuah dinding bata, pandangan saya diarahkan Tuhan kepada satu sosok yang anehnya, tidak terasa asing. padahal, di sana banyak sekali orang. rambut hitamnya tampak lebat, kontras dengan kulitnya yang putih. tingginya rata-rata pria seumuran. ia sedang menghadap depan, sementara saya berada di arah jam tujuh dari tempatnya.

saya dekati, kalau-kalau dia memang orang yang saya kenali. tapi kalau tidak, dan kebetulan cakep, saya bisa menikmatinya sebentar. sayangnya, pilihan pertamalah yang ditakdirkan.

"Putra?"

anak itu menoleh. ya, anak, karena saya masih menganggapnya teman SMA, karena saya masih mengenangnya sebagai 'anak emas guru' dan 'bocah pintar itu' sampai saya melihat sendiri rerambut kecil tumbuh menyusuri dagunya.

damn, we're old.

"eh, Ifa. mau pulang juga, lo?" ia berbalik menghadap saya. di punggungnya tersampir satu tas, di tangannya satu tas, dan di bawahnya satu tas besar. tiga tas totalnya. dia seperti baru saja pulang dari melancong, meskipun pakaiannya standar mahasiswa.

saya mengangguk. tapi sebelum saya sempat menjawab, ia berkata lagi, "gue mesti pulang soalnya tiga hari lagi mau ke Amerika."

dan hati saya berkata: WHOA.

"Amerika?" tanya saya lagi basa-basi. namun ternyata minibus yang akan kami tumpangi sudah tiba. kami pun melanjutkan percakapan di dalam kendaraan sambil menikmati perjalanan.

"nih, Fa." Putra membuka resleting salah satu tasnya--tas gendong hitam yang terlihat menggembung. Saya sedikit bertanya-tanya apa saja isinya, tapi rasanya semua tas standar cowok memiliki anatomi yang sama, berisi terlalu banyak angin seperti bungkus keripik kentang. atau memang bawaan akademiknya banyak.

ia pun lalu mengeluarkan selembar kertas yang masih rapi--entah bagaimana--dan menunjukkannya pada saya. "gue diundang buat hadir di UN Model Conference."

saya telusuri tulisan di kertas itu. tertera namanya, basa-basi kalimat undangan, dan tanda tangan seseorang di sana yang mengatur acara ini, bule Amerika yang saya tidak peduli siapa. "wah, keren lo, Tra!"

"gue juga kemaren baru pulang dari Singapura, buat konferensi juga." alih-alih menanggapi, dia melontarkan pernyataan lagi. kami pun ngalor ngidul seputar hal itu dan juga janggutnya (serius, saya penasaran kenapa dia mau pelihara brewok, dan katanya itu habis dicukur karena disuruh ibunya). sampai akhirnya, dia pun mengucapkan kalimat itu.

"lo udah ke mana aja, Fa?"

pernah merasa tidak sengaja menginjak lego? begitulah perasaan saya saat itu. dengan kaku dan akting payah, saya malah menjawab, "rencananya sih bakal PLP ke australia, tapi nanti, masih lama."

masih lama. hah. bilang saja memang tidak pernah. bilang saja memang tidak ada usaha. bilang saja memang tidak ada semangat.

ya, semangat itu, karena satu dua hal menjadi padam. lalu redup. tidak sebersinar dulu lagi.

kenapa? padahal kesempatan selalu ada, Tuhan selalu memberikan jalan. manusia saja selalu banyak bikin alasan, benar tidak? kata-kata Putra yang satu itu sepertinya bakal selalu jadi pisau buat batin saya.

tapi, saya akan menemukan obatnya. saya bakal pulihkan semangat ini.

kalian juga ya, sebagai warga sepuluh satu, dukungan antara kita akan menjadi sangat berarti. jadi, tidak ada alasan yang namanya mengubur mimpi. selama masih bisa dipikirkan, ia belum mati dan belum pantas dikubur. kita pun akan berhenti berpikir setelah mati nanti.

semoga postingan ini bisa bermanfaat dan menghibur (maaf kalo saya bilang gini lagi sampe dua kali, males skrol ke atas). maaf juga bila saya selaku admin punya salah kepada kalian semua, jarang berkumpul lagi, tapi selama kita diikatkan dengan tali persaudaraan, insya Allah tetap bersatu. ya ya ya? :D

selamat menjalankan aktivitas, kalian semua!

salam,
admin.